Jumat, 06 Desember 2019

komunikasi efektif petugas kesehatan


MAKALAH
ILMU DASAR KEPERAWATAN
STRUKTUR VIRUS DAN PROSES INFEKSI OLEH VIRUS DENGUE

Dosen Pembimbing: Ainun Masfufah. S.si , M.ked.,Trop



Disusun oleh :
Kelompok 3

DEBI RIZA BAYU .S
DIAN FATIKANINGTIYAS
LULU FARADILA
LILIS DAMAYANTI
UMMI SYAFIRA
EDY SULISTIONO

NIM: 18142010007
NIM: 18142010008
NIM: 18142010014
NIM: 18142010015
NIM: 18142010032
NIM: 18142010035

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
BANGKALAN
2018-2019
KATA PENGANTAR
                                              
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

    Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.






                                                                        Bangkalan, 6 Oktober 2019








DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI  ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang........................................................................................................ 1-2
1.2.Rumusan Masalah...................................................................................................... 3
1.3.Tujuan......................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Anatomi dan morfologi virus dengue..................................................................... 4-7
2.2.Patogenesis dan patologi virus dengue................................................................... 7-9
2.3.Gambaran klinis virus dengue................................................................................. 8-9
2.4.Diagnosi virus dengue........................................................................................... 9-16
2.5.Pengobatan dan pencegahan virus dengue......................................................... 16-21
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan............................................................................................................... 22
3.2.Saran......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 23









BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes Albopictus yang tersebar luas dirumah-rumah dan tempat umum diseluruh wilayah Indonesia, kecuali yang ketinggiannya lebih 1000m diatas permukaan laut (Dinkes, Kab. Karanganyar, 2010). Penyakit ini terutama menyerang anak yang ditandai dengan panas ringgi, perdarahan dan dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah (Djunaedi, 2006).
Penyakit virus berat yang ditularkan oleh nyamuk endemik di banyak negara di Asia Tenggara dan Selatan, Pasifik dan Amerika Latin; sebelum 1970, hanya 9 negara yang telah mengalami epidemi dengue yang parah. Penyakit ini sekarang endemis di lebih dari 100 negara di wilayah WHO Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat daerah yang paling parah terkena dampak. Kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013. Pada tahun 2013, 2.35 juta kasus demam berdarah dilaporkan di Amerika saja, yang 37.687 kasus demam berdarah lanjut. Anacaman wabah demam berdarah terjadi juga di Eropa dan transmisi lokal dengue dilaporkan untuk pertama (Djunaedi, 2006).
Pola penularan DBD di pengaruhi iklim dan kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes Aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan berbeda beda dari suatu tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dam kelembaban udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun (Dinas Kesehatan Profinsi Jawa Tengah, 2006).
Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan (penyakit DBD), masih banyak berorientasi pada penyembuhan penyakit. Dalam arti apa yang dilakukan masyarakat dalam bidang kesehatan hanya untuk mengatasi penyakit yang telah terjadi atau menimpanya, dimana hal ini kurang efektif karena banyaknya pengeluaran. Upaya yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kesehatan sebenarnya adalah dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dengan berperilaku hidup sehat, namun hal ini ternyata belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat (Kusumawati, 2004).


1.2.Rumusan Masalah         
1.      Bagaimana anatomi dan morfologi virus dengue?
2.      Bagaimana patogenesis dari virus dengue?
3.      Bagaimana gambaran klinis virus dengue?
4.      Bagaimana diagnosi virus dengue?
5.      Bagaimana Pengobatan dan pencegahan virus dengue?


1.3.Tujuan
1.      Untuk memahami anatomi dan morfologi virus dengue
2.      Untuk memahami patogenesis virus dengue
3.      Untuk memahami gambaran klinis virus dengue
4.      Untuk memahami diagnosi virus dengue
5.      Untuk memahami Pengobatan dan pencegahan virus dengue


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1   Anatomi dan morfologi virus dengue
Virus merupakan salah satu jenis mikroorganisme parasit. Virus ini mempunyai ciri-ciri tidak dimiliki oleh organisme lain. Virus hanya dapat berkembang biak di sel-sel hidup lain ( sifat virus parasit obligat ) Karenanya virus dapat dibiakkan pada telur ayam yang berisi embrio hidup. Untuk bereproduksi virus hanya memerlukan asam nukleat saja. Ciri lainnya, virus tidak dapat bergerak maupun melakukan aktivitas metabolisme sendiri. Selain itu Virus tidak dapat membelah diri. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentri fugasi biasa, tetapi dapat dikristalkan (Waluyo, 2004).

a.      Anatomi virus

Gambar 1. Struktur tubuh virus (http://yangpenting-ada.blogspot.com , diakses pada tahun )




1.      Kepala
Bagian kepala virus terdiri atas kapsid dan asam nukleat.
Kapsid merupakan selubung protein yang berfungsi sebagai pemberi bentuk pada virus, melindungi asam nukleat virus dari kerusakan, misalnya oleh enzim pencernaan (nuklease) serta berfungsi untuk menyediakan protein enzim untuk menembus membran sel inang ketika melakukan infeksi. Protein penyusun kapsid disebut kapsomer. Kapsid berisi asam nukleat yang disebut nukleokapsid (Waluyo, 2004).
Asam nukleat merupakan substansi genetik yang berfungsi untuk membawa kode pewarisan sifat virus. Setiap jenis virus hanya tersusun atas satu jenis asam nukleat yaitu DNA atau RNA saja. Contohnya adalah bakteriofag dan virus cacar yang asam nukleatnya adalah DNA serta virus influenza dan HIV yang asam nukleatnya adalah RNA (Waluyo, 2004).
2.      Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas bagian-bagian yang disebut kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas proten-protein monomer identik, yang masing-masing terdiri dari rantai polipeptida (Waluyo,2004).
3.      Isi tubuh
Isi tubuh yang disebut viorin adalah bahan genetik yakni asam nukleat (DNA atau RNA), contohnya sebagai berikut:
·         Virus yang isi tubuhnya RNA dan bentuknya menyerupai kubus antara lain, virus radang mulut.
·         Virus yang isi tubuhnya RNA, protein, lipida, dan polisakarida, contohnya paramixovirus.
·         Virus yag isi tubuhnya tediri atas RNA, protein, dan banyak lipida, contohnya virus cacar (Waluyo,2004).


4.      Ekor Virus
Ekor virus merupakan alat penancap ketubuh organisme yang diserangnya. Ekor virus terdiri atas tabung bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut.Pada virus dijumpai asam nukleat yang diselubungi kapsid, disebut nukleokapsid (Waluyo,2004).
b.      Morfologi Virus Dengue
Virus DBD (Dengue) adalah famili dari Flaviviridae (Flavivirus) yang memiliki envelope berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500A dan termasuk virus ssRNA (single strand RNA). Bagian envelope tersusun atas spika dari dimer protein envelope berupa protein E, yang tersusun dalam bentuk glikoprotein sehinngga disebut glikoprotein E. Protein E memiliki peranan dalam mengenal sel inang. Virus juga memiliki protein kapsid, C, yang melindungi materi genetik virus. Virus ini memiliki tempat serotipe yang berbeda, antara lain DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut telah ditemukan diseluruh Indonesia. Virus yang paling banyak berkembang di masyarakat ialah serotipe DEN-1 dan DEN-3 (Soegijanto, 2006).
Gambar 2. struktur virus DBD (Girish Khera, Scientific animations)





2.2   Patogenesis dan patologi virus dengue
Penyakit yang disebabkan inveksi virus Dengue memberikan manifestasi yang bervariasi. Spektrum variasinya tergantung pada berbagai faktor daya tahan tubuh penderita. Terdapat beberapa keadaan mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illnes), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS). (Najmah, 2016)
Gambar 3. Patogenesis virus dengue (www.generasibiogi.com , diakses tahun 2019)

Patogenesis terbagi menjadi 2 tahap, yaitu :
a.       Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini terjadi interaksi antara penjamu (Host) dan agen nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika umunitas penjamu sedang lemah, mengalami kekurangan gizi dan keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan maka virus dengue yang telah menginfeksi nyamuk Aedes aegypti akan melanjutkan riwayat alamiahnya yakni ke tahap patogenesis (Najmah, 2016)
b.      Tahap Patogenesis
Maka inkubasi virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari), nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia yang terinfeksi adalah pembawa utama dan penggandaan virus, melayani sebagai sumber virus nyamuk yang terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan vires dengue dapat menularkan infeksi (selama 4-5 hari; maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka muncul (Najmah, 2016).
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya. Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS. (Aryu Cadra, 2010)
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody dependent enhancement (ADE).
 Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL- 6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. 7 TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. . (Aryu Cadra, 2010)
Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag Gambar 3. Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue
Demam Berdarah mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.36-37 Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat.(Aryu Cadra, 2010)
 Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.38 Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolic.(Aryu Cadra, 2010)

Klasifikasi WHO tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan sebagai berikut:
a.       Demam berdarah (DF) adalah penyakit demam akut yang didefinisikan oleh kehadiran demam dan dua atau lebih manifestasi berikut,  nyeriretro-orbital (retro-orbital) atau pada ocular (oculor), sakit kepala, ruam, mialgia, atralgia, leukopenia, atau manifestasi hemoragik / pendarahan tetapi tiidak memenuhi definisi kasus demam berdarah dengue. Anoreksia, mual, nyeri perut dan muntah terus menerus juga dapat terjadi tetapi tidsk untuk kriteria kasus DF (Najmah, 2016).
b.      Deman Berdarah Dengue ditandai dengan semua hal berikut : diperluas : Demam yang berlangsung dari 2-7 hari, bukti hemoragik manifestasi atau tes tourni quet positif, trombositopenia (≤100,000 sel per mm³), bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20 % di atas rata-rata untuk usia atau penurunan hematokrit ≥ 20% dari awal mengikuti terapi pengantian cairan), atau efusi pleura, asites atau hypoprp teinemia ( Najmah, 2016).
c.       Sindroma Dengue Lanjut pada tahap shock (dengue Shock Sindrome, DSS) adalah penderita DHF yang lebih berat ditambah dengan adanya tanda-tanda renjatan : (1) denyut nadi lemah dan cepat; (2) tekanan nadi lemah (< 20 mm Hg); (3) hipotensi dibandingkan nilai normal pada usia tersebut; (4) gelisah, kulit berkeringat dan dingin (Najmah, 2016).

Klasifikasi baru pada tahun 2009 berdasarkan tingkat keparahan demam berdarah  sebagai berikut:
a.       Demam Dengue tanpa gejala berbahaya (Dengue withouth Warning Signs) adalah demam dengan dua gejala berikut ini : Muntah-muntah, ruam nyeri dan sakit, leukopenia dan tes positif tourniquet (Najmah, 2016).
b.      Demam dengan gejala berbahay (Dengue with Warning Sign) adalah demam berdarah dengan gejala utama adalah demam tinggi dan setidaknya termasuk dua gejala berikut : Sakit kepala parah, sakit mata parah (belakang mata), nyeri sendi otot atau nyeri tulang, ruam pendarahan ringan, jumlah sel darah putih rendah, perhatikan tanda tanda peringatan karena suhu tubuh menurun 3 hingga 7 hari setelah gejala timbul (Najmah, 2016).
c.       Demam Berdarah Lanjut (severe dengue), demam berdarah dengan setidaknya satu kriteria berikut :
·         Plasma bocor yang menyebabkan Syok (DDS) dan akumulasi cairan dengan gangguan pernafasan.
·         Pendarahan parah.
·         Gangguan organ lainnya (hati : AST atau ALT ≥1000, gangguan kesadaran, gagal jantung dan gangguan organ lainnya) (Najmah, 2016).

2.3  Gambaran klinis virus dengue
Pada infeksi pertama oleh virus dengue, sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), atau hanya menimbulkan demam yang tidak khas. Dapat juga terjadi kumpulan gejala demam dengue (DD) yang klasik antara lain berupa demam tinggi yang terjadi mendadak, sakit kepala, nyeri di belakang bola mata, rasa sakit pada otot dan tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, ruam kulit makulopapuler. Sebagian kecil penderita yang sebelumnya telah pernah terinfeksi salah satu serotipe virus dengue, jika mengalami infeksi yang kedua oleh serotipe lainnya dapat mengalami perdarahan dan kerusakan endotelatau vaskulopati. Sindrom ini disebut sebagai Demam Berdarah Dengue (DBD) atau dengue vaskulopati. Perembesan vaskuler ini dapat menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi dan efusi cairan yang dapat menimbulkan kolaps sirkulasi. Keadaan ini dapat memicu terjadinya sindrom syok dengue (DSS), penyebab kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan itu sendiri. Karena gejala klinis demam dengue tidak spesifik,diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan terjadinya infeksi dengue.

2.4  Diagnosis virus dengue
Merriam Webster’s Dictionary mendefinisikan mendiagnosis sebagai “untuk mengetahui”. Untuk sampai pada titik mengetahui, sebuah analisis mengenai situasi harus dibuat. Pada masing-masing situasi tersebut, diagnosis memunculkan rencana untuk memperbaiki masalah dan mencegah atau membatasi hasil yang merugikan. Hal yang sama juga berlaku bagi perawat, yang secara legal berwenang untuk melakukan diagnosis keperawatan (Vaughans, 2013).
a.      Virus Dengue
Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus ( arthropod – borne viruses) yang merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan penyakit pada manusia. Virus ini merupakan anggota keluarga dari Flaviviridae ( flavi = kuning ) bersama-sama dengan virus demam kuning. Morfologi virion Dengue berupa partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm. Genomnya berupa RNA ( ribonucleic acid ). Protein virus Dengue terdiri dari protein C untuk kapsid dan core, protein M untuk membran, protein E untuk selubung dan protein NS untuk protein non struktural. Saat ini telah diketahui ada 4 tipe virus Dengue10,18 Tipe-tipe virus ini baru diketahui setelah Perang Dunia II oleh Sabin yang berhasil mengisolasinya dari darah pasien pada epidemi di Hawai, yang disebut sebagai tipe 1 (1952 ). Tipe 2 juga diisolasi oleh Sabin ( 1956 ) dari pasien di New Guinea. Tipe 3 dan 4 diperoleh tahun 1960 dari pasien yang mengalami DHF di Filipina pada tahun 1953 ( Vaughans, 2013).
Virus Dengue memiliki tiga jenis antigen yang menunjukkan reaksi spesifik terhadap antibodi yang sesuai yaitu (i) antigen yang dijumpai pada semua virus dalam genus Flavivirus dan terdapat di dalam kapsid, (ii) antigen yang khas untuk virus Dengue saja dan terdapat pada semua tipe, 1 sampai 4, di dalam selubung, (iii) antigen yang spesifik untuk virus Dengue tipe tertentu saja, terdapat di dalam selubung ( Vaughans, 2013)..
b.      Vektor Demam Berdarah Dengue
Sampai saat ini gigitan nyamuk merupakan satu-satunya cara transmisi atau penyebaran virus Dengue dari satu orang ke orang lain. Pada penyakit yang juga ditularkan oleh artropoda seperti malaria, kadang-kadang penularan terjadi melalui transfusi darah. Pada infeksi Dengue, secara teoritis cara itupun mungkin terjadi. Akan tetapi hal ini belum pernah ditemukan, karena pada tahap awal penyakit periode viremia , hanya berlangsung dalam waktu yang singkat sekali ( 4 - 6 hari )10, pada tahap awal penyakit. Apabila pada masa ini pasien digigit nyamuk vektor demam Dengue, maka virus itu akan terhisap bersama darah. Virus tersebut memerlukan waktu 8 sampai 10 hari untuk berkembang biak dan kemudian terkumpul dalam kelenjar liur nyamuk, sejak saat ini nyamuk itu bersifat infeksius seumur hidupnya. Jika nyamuk itu menggigit orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap virus Dengue, inokulasi virus bersama air liur akan menyebabkan penyakit ( Vaughans, 2013).
Transmisi virus Dengue mungkin juga terjadi apabila seekor nyamuk yang sedang menghisap darah pasien Dengue terganggu, dan nyamuk itu segera menggigit orang lain lagi. Dengan cara ini virus yang terdapat dalam sungutnya akan masuk ke tubuh orang kedua tanpa memerlukan masa pengeraman di dalam nyamuk tadi. Nyamuk yang menularkan virus Dengue diketahui adalah nyamuk betina. Hal ini tidak berarti bahwa nyamuk jantan tidak bisa mengandung virus Dengue, tetapi nyamuk jantan tidak pernah menghisap darah manusia ( Vaughans, 2013).
Transmisi virus dapat terjadi secara transovarial, yaitu dari nyamuk betina yang telah menghisap darah pasien Dengue melalui telur, jentik-jentik, pupa ( kepompong ) sampai menjadi nyamuk dewasa. Di Afrika Barat virus Dengue telah diisolasi dari nyamuk jantan ( Aedes taylori dan Aedes furcifer ) dan di Birma virus Dengue tipe 2 diisolasi dari jentik-jentik dan nyamuk dewasa Aedes aegypti (jantan dan betina)10 . Transmisi transovarial ini penting karena proses tersebut memungkinkan virus Dengue terus ada di alam (Vaughans, 2013).
Nyamuk berperanan bukan saja sebagai vektor, tetapi juga sebagai host ( pejamu ). Transmisi ini pula yang memungkinkan tetap adanya kejadian infeksi Dengue meskipun vektor sudah banyak dibasmi dan perawatan serta pengobatan pasien telah cukup berhasil menekan angka kesakitan. Pejamu lain yang bukan manusia dan nyamuk adalah monyet, dengan ditemukannya antibodi anti Dengue dalam serumnya. Monyet yang diteliti pada awalnya tidak memperlihatkan adanya antibodi. Namun setelah beberapa lama ditaruh dalam sangkar di kawasan hutan, ditemukan serokonversi positif (Vaughans, 2013).
Virus Dengue tipe 2 juga telah berhasil diisolasi dari monyet yang diteliti 10. Selama penelitian rupanya tidak dijumpai gejala demam Dengue dan DHF atau DSS pada monyet seperti yang dijumpai pada manusia. Ternyata virus Dengue dapat pula berkembang biak dalam tubuh simpanse, kelinci, marmot, tikus dan hamster. Jenis nyamuk yang saat ini menjadi vektor penyebar demam Dengue adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk dewasa ( jantan dan betina ) yang keluar dari kepompong akan mengadakan hubungan seksual dan sperma yang keluar disimpan dalam spermateka nyamuk betina. Sebelum menghasilkan telur yang dibuahi, nyamuk betina memerlukan darah dengan menggigit manusia atau monyet. Diperlukan waktu 2 - 3 hari untuk perkembangan telur ( Vaughans, 2013).
Nyamuk Aedes biasanya berkembang biak di air tergenang yang jernih pada berbagai tempat. Umumnya nyamuk bertelur pada siang hari dan menghasilkan 60 - 90 butir telur. Dalam keadaan alamiah, seekor nyamuk betina dapat bertelur sebanyak 10 kali. Untuk menjadi matang diperlukan waktu 24 – 72 jam. Telur Aedes umumnya tahan dalam keadaan kering dan dapat hidup selama berbulan-bulan. Jentik-jentik bergerak secara aktif dan memerlukan zat-zat organik. Pada daerah iklim tropis jentikjentik memerlukan waktu 6 - 8 hari untuk berkembang (Vaughans, 2013).
Kepompong tidak memerlukan makanan, tetapi tetap dapat bergerak. Perubahan besar terjadi di dalam kepompong yang mempersiapkan nyamuk untuk perubahan cara hidup, dari cara hidup akuatik ke cara hidup aerial. Setelah kira-kira 2 hari, kepompong yang ada di permukaan air meluruskan badannya dan terjadi pemecahan memanjang pada kulit di bagian cephalothorax, dan nyamuk dewasa keluar dari sini. Setelah istirahat di permukaan air selama beberapa menit, nyamuk dewasa itu kemudian terbang (Vaughans, 2013).
Aedes aegypti merupakan nyamuk domestik yang hidup dekat dengan manusia dan tinggal di dalam rumah. Aedes albopictus bersifat semidomestik dan biasanya terdapat di luar rumah di kawasan perumahan, juga di hutan. Kedua jenis nyamuk itu biasanya aktif pada siang hari, tapi juga pada malam hari jika terdapat cahaya, dapat menjadi aktif pula. Jika nyamuk betina tidak terganggu dalam proses menggigit dan menghisap darah, ia akan menghisap darah sampai puas dan tidak akan menggigit lagi sebelum bertelur. Jarak terbang nyamuk tersebut biasanya tidak melebihi 350 meter. Jentik-jentik dan nyamuk dewasa dapat ditemukan sepanjang tahun di semua kota di Indonesia (Vaughans, 2013).
2.5  Pengobatan dan pencegahan virus dengue
2.5.1.      Pencegahan Virus Dengue
Pencegahan dan pemberantasan penyakit infeksi virus dengue sampai sekarang masih diprioritaskan pada pemberantasan nyamuk dewasa dan larva aides aegypti atau aides albopictus dan hasilnya belum memuaskan. Peneliti-peniliti terdahulu telah mencoba vaksin DNA virus dengue sayangnya vaksin ini tidak stabil selain itu telah dicoba juga vaksin  virus dengue yang dilemahkan yang monovalen ternyata menimbulkan reaksi antibodi enhancement yang tidak dapat menetralisasi semua setrain virus dengue. Akhir-akhir ini protein E rekombinan diimunisasikan pada monyet ternyata dapat menginduksi antibodi humoral yang mempunyai titer cukup tinggi terutama imunoklobulin G. Oleh karena itu, penggunaan protein E rekombinan sebagai kandidat vaksin sangat representatif karena protein E merupakan soluble antigen yang dapat menstimulasi sel T melalei assesories hells sebagai antigen presenting sel yang mengekspresikan peptide antigen dari protein E melalui MHC II, selain itu antigen presenting sel ikut bertanggung jawab dalam produksi antibodi spesifik dengue native antigen maupun melalui Th2 dengan cara mensekresi interleukin 4 atau CD40 dan ligan. Dan yang teristimewa adalah tidak diperlukan dosis yang tinggi. Walaupun protein E menginduksi kedua sistem imun humoral dan seluler, namun target utamanya adalah pada respons imun humoral. Sehingga kemungkinana adanya reaksi hipersentivitas dapat dikesampingkan (Soegijanto, 20016).
a.       Vaksin
1.      Vaksin hidup (live vaccines)
Vaksin hidup merupakan jenis vaksin yang sederhana dan biaya produksinya rendah, biaya imunogeneik yang tinggi dan dapat berjalan lama dan protektif. Tetapi kemungkinan dapat menyebabkan sakit yang ringan, mungkin juga terjadi revilurensi, kemungkinan masih mengandung genom yang patogen dan dapat mengeluarkan virus. Sehingga sangat diperlukan penanganan yang optimal, baik dari segi penyimpanan maupun pemberian pada pasien (Soegijanto, 2006).
2.      Vaksin mati (killed vaccines)
Vaksin mati adalah jenis vaksin yang sederhana, aman, memerlikan biaya yang tidak cukup tinggi dan mempunyai resiko yang rendah. Tetapi hal lain jenis vaksin ini memerlukan adjuvan dan mungkin tidak mempunyai daya imunogenik yang tinggi juga memerlukan vaksin ulang berkali-kali (dooster).
3.      Vaksin subulit protein
Jenis vaksin ini merupakan bagian dari virus yang dapat merangsang target imun. Beberapa keuntungan jenis vaksin ini adalah tidak mungin terjadi revirulenti, stabil dan kemungkinan kontaminasi sangat rendah. Tetapi kekurangannya adalah sangat kompleks untuk memproduksinya, mungkin mahal dan memerlukan produksi virus dalam skala besar serta memerlukan adjuvan dan mungkin mengandung genom (Soegijanto, 2006).
4.      Vaksin klon (cloned)
Jenis vaksin ini berawal dari pemikiran yang mendasar, bahwa tidak semua protein viral adalah imunogeneik, sehingga diproduksi dengan cara purifikasi viral yang imunogenik yang diproduksi pada sel jamur dan sekarang terlihat hasilnya yaitu efektif dan imunogen. Selain itu juga biaya produksi tidak begitu mahal dan mungkin dapat digunakan kombinasi antigen (Soegijanto, 2006).
b.      Vaksin Dengue
Upaya membuat vaksin dengue dari berbagai model pendekatan sampai sekarang masih belom menunjukkan keberhasilan yang efektif baik dengan cara klasik maupun yang modern. Sesuai dengan meeting WHO telah menegaskan bahwa upaya penemuan vaksin virus dengue dengan menggunakan pendekatan secara rekombinan maupun subunit vaksin sangat diharapkan. Beberapa kolompok peneliti telah mencoba melalui pendekatan dengan protein dan rekombinan (Soegijanto, 2006).
1.      Protein yang menginduksi antibodi
Virus dengue mempunyaii beberapa major protein berdasarkan berat molekulnya yang dalam masing-masing protein mempunyai sifat imunogenik untuk menginduksi antibodi yang berbeda. Secara um,um tidak ada perbedaan reaktivitas pada serum dengan dua sumber antigen pada protein 46 Kda baik dari E-protein maupun NS-I protein. Protein ini mempunyai kemampuan untuk mengikat komplemen tetapi protein yang berasal dari sel vero tidak mengenal serum dari pasien yang mempunyai titter antibodi HI<10 sebaliknya serum ini mengenali protein 46 kDa yang berasal dari sel C6-albopictus (Soegijanto, 2006).
Lain halnya dengan serum yang mempunyai titer HI tinggi dapat bereaksi sangat spesifik terhadap struktural protein E-protein 60 kDa dan 54 kDa, 35 kDa pada C+pr M dan prM 22 kDa dari NS-I dan 30/28 kDa protein dari capsid tidak mempunyai aktivitas antigen. Tetapi ada perbedaan pada protein 54 kDa dan E-protein dari prM 22 kDa protein dari sel c6-albopictus dan sel vero. Dimana protein yang diekstraksi dari sel c6-albopictus mempunyai aktivitas antigen lebih rendah daripada sel vero (Soegijanto, 2006).
2.      Determinan antigen (epitop) yang menginduksi antibodi)
Reaksi antigenik pada sel atau molekul protein terletak pada bagian yang langsung kontak dengan molekul antibodi yang dikenal dengan antigenik determinan atau epitop. Dalam hal ini E-protein mempunyai peranan penting dalam virulensi virus dengue yang menginduksi antibodi. NG.et al. (1996) mengkarakterisasi E-potein pada serum dari penderita DBD melalui western blot penderita dari yang sedang sakit maupun yang sudah sembuh tidak ada perbedaan antigen patern di antara pasien yang terinfeksi virus dengue dengan serotipe yang berbeda. Disini terlihat bahwa semua pasien yang teerinfeksi virus dengue mempunyai antibodi dari struktur protein. Distribusi antibodi yang paling tinggi adalah protein E (envelope protein) Yang diikuti oleh C-prM-M dan pr-M (prememban). Sedang nonstruktural protein hanya sebagian seperti NS-I dan NS-3. Dua determinan antigen pada E-protein virus denguie-1, bahwa 76-93 asam amino mengandung spesifik serotipe dan subkompleks epitop yang reaktif (Soegijanto, 2006).
3.      Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan dari virus dengue sudah lama dicoba dengan menggunakan beberapa vektor atau beberapa sistem genom yang mengekspresi protein yang diinginkan. Di amerika yang dilakukan oleh Zhang et al. (1988) dengan menggunakan baculovirus yang mengandung genom virus dengue 4,0 kb cDNA-sequence yang mengode tiga struktur protein, capsid (C-protein), prememban (Pre-M-protein) dan envelop (E-glykoprotein). Dedang yang nonstruktural protein NSI dan NS2a. Produk protein yang merupakan hasil rekombinan diimunisasikan pada kelinci dan terbukti dapat menginduksi antibodi terhadap pre-M,E, dan NSI (Soegijanto, 2006).
Selain hal diatas bebrapa peneliti lainnya mencoba membuat rekombinan yang nantinya diharapkan dapat berfungsi sebagai imunopropilaksis dimana rekombinan yang berisi 4,0 kb DNA sequence yang metode tiga struktural protein yaitu capsid, prememban (pr-M) dan envelope (E-protein) dan nonstruktural protein, NSI dan NS2a. Kemudian hasil rekombinan diimunisasika pada mice yang selanjutnya diinjeksi melalui intraserebral dengan 50% lethal dosis dari virus dengue 4 ternyata dapat bertahan. Pleh karena itu fraksi protein dari nonstruktural protei ini diandalkan sebagai vaksi  masa depan walaupun masih dalam taraf percobaan (Soegijanto, 2006).

2.5.2.      Pengobatan Virus Dengue
a.       Analgesik (Non-Opiat) & Antipiretik
Analgesik sederhana seperti parasetamol dan propacetamol, diberikan untuk menurunkan suhu tubuh 39 ̊C (Demam Dengue) dan 40 ̊C (Demam Berdarah Dengue) serta untuk meredakan rasa nteri pada tubuh (MIMS, 2017-2018).

b.      Elektrolit
Larutan rehidrasi oral memiliki 4 kinsituen utama termasuk elektrolit (misalnya natrium klorida dan kalium klorida), sumber bikarbonat (misalnya sodium bicarbonate atau sodium citrate), air, dan sumber karbohidrat (misalnya glukosa) atau formulasi berbasis sereal. Sediaan ini biasanya tersedia dalam bentuk bubuk oral yang harus dilarutkan dengan air  sebelum digunakan. Dan tersedia juga dalam bentuk tablet effervescent dan larutan oral siap minum. Larutan Rehidrasi Oral WHO mengandung 90 mmol Na/L yang tersusun dari 3,5g Nacl, 2,9g trisodium sitrat dihidrasi, 1,5g KCl, dan 20g glukosa. Ini diberikan dalam rasio 2:1 larutan rehidrasi Oral WHO terhadap air atau  jus buah (MIMS, 2017-2-18).
c.       Vaksin, Antiserum & imunologikal
Vaksin tetravalendengue (virus hidup, dilemahkan) digunakan untuk imunisasi aktif terhadap demam dengue yang disebabkan oleh serotipe virus dengue 1, 2, 3, dan 4. Vaksin ini dapat diberikan kepada pasien berusia 9 tahun sampai 45 tahun yang tinggal diwilayah endemik. Penggunaan vaksin ini tidak dianjurkan pada pasien dengan demam ringan sampai demam tinggi atau memiliki penyakit akut, sistem imun lemah karena kelainan genetik, infeksi HIV atau terapi yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh (kortikosteroid dosis tinggi atau kemoterapi), serta pada wanita hamil atau menyusui dan mereka yang mengalami reaksi  alergi setelah pemberian vaksin sebelumnya (MIMS, 2017-2-18).








BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a.       Virus DBD (Dengue) adalah famili dari Flaviviridae (Flavivirus) yang memiliki envelope berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500A dan termasuk virus ssRNA (single strand RNA).
b.      Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes alnopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang dan paru-paru.
c.       Dalam pelaksanaan sehari hari diagnosis kinis dengue dapat ditegakkan kalau didapakan; demam, manifestasi pendarahan, trombositopeni, dan hemokonsentrasi atau tanda tanda kebocoran plasma lainnya seperti efusi pleura, ascites dan hipoalbuminemi
d.      Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus ( arthropod – borne viruses) yang merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan penyakit pada manusia.
e.       Pemeriksaan secara dini diperlukan ketika sudah ditemukan gejala selain itu dapat dilakukan pemberian obat penurun panas, pemberian larutan oralitm, teh manis, sirup dan jus buah ketika muncul gejala.
3.2 Saran
            Dengan di selesaikannya makalah ini di harapkan pembaca dapat mengetahui konsep penyakit demam berdarah dengue dan dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Pembaca sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.




DAFTAR PUSTAKA
Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga University press
Soegijanto, S. 1997. Pola Klinis Demam Berdarah Dengue yang tidal lazim pada anak dan penatalaksanaannya. Surabaya: TDRC FK Unair
MIMS, editorial. 2017-2018. MIMS petunjuk konsultasi, Indonesia: PT medidata Indonesia
Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi umum. UMM PRESS, Malang.
Vaughans, Bennita. 2013. Keperawatan Dasar DeMYSTiFieD, Yogyakarta: Rapha Publishing
Najmah. 2016. EPIDEMIOLOGI Penyakit Menular, Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA
            Candra, Ayu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan, diakses 2019.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar