MAKALAH
ILMU DASAR KEPERAWATAN
“STRUKTUR
VIRUS DAN PROSES INFEKSI OLEH VIRUS DENGUE”
Dosen
Pembimbing: Ainun Masfufah. S.si , M.ked.,Trop
Disusun oleh :
Kelompok
3
DEBI
RIZA BAYU .S
DIAN
FATIKANINGTIYAS
LULU
FARADILA
LILIS DAMAYANTI
UMMI
SYAFIRA
EDY
SULISTIONO
|
NIM:
18142010007
NIM:
18142010008
NIM:
18142010014
NIM:
18142010015
NIM:
18142010032
NIM:
18142010035
|
PROGRAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES
NGUDIA HUSADA MADURA
BANGKALAN
2018-2019
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga
selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bangkalan,
6 Oktober 2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI
...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang........................................................................................................ 1-2
1.2.Rumusan Masalah...................................................................................................... 3
1.3.Tujuan......................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Anatomi dan
morfologi virus dengue..................................................................... 4-7
2.2.Patogenesis dan
patologi virus dengue................................................................... 7-9
2.3.Gambaran klinis
virus dengue................................................................................. 8-9
2.4.Diagnosi virus
dengue........................................................................................... 9-16
2.5.Pengobatan dan
pencegahan virus dengue......................................................... 16-21
BAB
III PENUTUP
3.1.Kesimpulan............................................................................................................... 22
3.2.Saran......................................................................................................................... 22
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................................
23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegepty dan Aedes Albopictus yang tersebar luas
dirumah-rumah dan tempat umum diseluruh wilayah Indonesia, kecuali yang
ketinggiannya lebih 1000m diatas permukaan laut (Dinkes, Kab. Karanganyar,
2010). Penyakit ini terutama menyerang anak yang ditandai dengan panas ringgi,
perdarahan dan dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah (Djunaedi,
2006).
Penyakit virus berat yang ditularkan oleh nyamuk
endemik di banyak negara di Asia Tenggara dan Selatan, Pasifik dan Amerika
Latin; sebelum 1970, hanya 9 negara yang telah mengalami epidemi dengue yang
parah. Penyakit ini sekarang endemis di lebih dari 100 negara di wilayah WHO
Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat daerah yang paling parah terkena dampak. Kasus
di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta pada tahun 2008
dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013. Pada tahun 2013, 2.35 juta kasus demam
berdarah dilaporkan di Amerika saja, yang 37.687 kasus demam berdarah lanjut.
Anacaman wabah demam berdarah terjadi juga di Eropa dan transmisi lokal dengue
dilaporkan untuk pertama (Djunaedi, 2006).
Pola penularan DBD di pengaruhi iklim dan kelembaban
udara. Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes Aegypti bertahan lama. Sehingga
kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan berbeda beda dari suatu
tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dam kelembaban udara. Di
Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai awal Januari sampai dengan April-Mei
setiap tahun (Dinas Kesehatan Profinsi Jawa Tengah, 2006).
Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat untuk
mengatasi masalah kesehatan (penyakit DBD), masih banyak berorientasi pada
penyembuhan penyakit. Dalam arti apa yang dilakukan masyarakat dalam bidang
kesehatan hanya untuk mengatasi penyakit yang telah terjadi atau menimpanya,
dimana hal ini kurang efektif karena banyaknya pengeluaran. Upaya yang lebih
efektif dalam mengatasi masalah kesehatan sebenarnya adalah dengan memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dengan berperilaku hidup sehat,
namun hal ini ternyata belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat
(Kusumawati, 2004).
1.2.Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana anatomi dan morfologi virus
dengue?
2.
Bagaimana patogenesis dari virus dengue?
3.
Bagaimana gambaran klinis virus dengue?
4.
Bagaimana diagnosi virus dengue?
5.
Bagaimana Pengobatan dan pencegahan
virus dengue?
1.3.Tujuan
1.
Untuk memahami anatomi dan morfologi
virus dengue
2.
Untuk memahami patogenesis virus dengue
3.
Untuk memahami gambaran klinis virus
dengue
4.
Untuk memahami diagnosi virus dengue
5.
Untuk memahami Pengobatan dan pencegahan
virus dengue
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan morfologi virus dengue
Virus merupakan
salah satu jenis mikroorganisme parasit. Virus ini mempunyai ciri-ciri tidak
dimiliki oleh organisme lain. Virus hanya dapat berkembang biak di sel-sel
hidup lain ( sifat virus parasit obligat ) Karenanya virus dapat dibiakkan pada
telur ayam yang berisi embrio hidup. Untuk bereproduksi virus hanya memerlukan asam
nukleat saja. Ciri lainnya, virus tidak dapat bergerak maupun melakukan
aktivitas metabolisme sendiri. Selain itu Virus tidak dapat membelah diri.
Virus tidak dapat diendapkan dengan sentri fugasi biasa, tetapi dapat
dikristalkan (Waluyo, 2004).
a.
Anatomi
virus
1. Kepala
Bagian kepala virus terdiri atas kapsid dan asam
nukleat.
Kapsid merupakan
selubung protein yang berfungsi sebagai pemberi bentuk pada virus, melindungi
asam nukleat virus dari kerusakan, misalnya oleh enzim pencernaan (nuklease)
serta berfungsi untuk menyediakan protein enzim untuk menembus membran sel
inang ketika melakukan infeksi. Protein penyusun kapsid disebut kapsomer.
Kapsid berisi asam nukleat yang disebut nukleokapsid (Waluyo,
2004).
Asam nukleat merupakan
substansi genetik yang berfungsi untuk membawa kode pewarisan sifat virus.
Setiap jenis virus hanya tersusun atas satu jenis asam nukleat yaitu DNA atau
RNA saja. Contohnya adalah bakteriofag dan virus cacar yang asam
nukleatnya adalah DNA serta virus influenza dan HIV yang asam nukleatnya adalah
RNA (Waluyo, 2004).
2.
Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa
protein. Kapsid terdiri atas bagian-bagian yang disebut kapsomer. Kapsid juga
dapat terdiri atas proten-protein monomer identik, yang masing-masing terdiri
dari rantai polipeptida (Waluyo,2004).
3.
Isi tubuh
Isi tubuh yang disebut viorin adalah
bahan genetik yakni asam nukleat (DNA atau RNA), contohnya sebagai berikut:
·
Virus yang isi tubuhnya RNA dan
bentuknya menyerupai kubus antara lain, virus radang mulut.
·
Virus yang isi tubuhnya RNA, protein,
lipida, dan polisakarida, contohnya paramixovirus.
·
Virus yag isi tubuhnya tediri atas RNA,
protein, dan banyak lipida, contohnya virus cacar (Waluyo,2004).
4.
Ekor Virus
Ekor virus merupakan alat penancap
ketubuh organisme yang diserangnya. Ekor virus terdiri atas tabung bersumbat
yang dilengkapi benang atau serabut.Pada virus dijumpai asam nukleat yang
diselubungi kapsid, disebut nukleokapsid (Waluyo,2004).
b. Morfologi Virus Dengue
Virus DBD (Dengue) adalah famili dari Flaviviridae
(Flavivirus) yang memiliki envelope berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500A
dan termasuk virus ssRNA (single strand RNA). Bagian envelope tersusun atas
spika dari dimer protein envelope berupa protein E, yang tersusun dalam bentuk
glikoprotein sehinngga disebut glikoprotein E. Protein E memiliki peranan dalam
mengenal sel inang. Virus juga memiliki protein kapsid, C, yang melindungi
materi genetik virus. Virus ini memiliki tempat serotipe yang berbeda, antara
lain DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut telah
ditemukan diseluruh Indonesia. Virus yang paling banyak berkembang di
masyarakat ialah serotipe DEN-1 dan DEN-3 (Soegijanto, 2006).
Gambar 2. struktur virus DBD (Girish Khera, Scientific animations)
2.2 Patogenesis
dan patologi virus dengue
Penyakit
yang disebabkan inveksi virus Dengue memberikan manifestasi yang bervariasi.
Spektrum variasinya tergantung pada berbagai faktor daya tahan tubuh penderita.
Terdapat beberapa keadaan mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan
yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illnes), demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS). (Najmah, 2016)
Patogenesis terbagi menjadi 2
tahap, yaitu :
a. Tahap
Prepatogenesis
Pada tahap ini
terjadi interaksi antara penjamu (Host) dan agen nyamuk Aedes aegypti yang
telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika umunitas penjamu sedang lemah,
mengalami kekurangan gizi dan keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan maka
virus dengue yang telah menginfeksi nyamuk Aedes aegypti akan melanjutkan
riwayat alamiahnya yakni ke tahap patogenesis (Najmah, 2016)
b. Tahap
Patogenesis
Maka inkubasi
virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari), nyamuk yang
terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia yang terinfeksi
adalah pembawa utama dan penggandaan virus, melayani sebagai sumber virus
nyamuk yang terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan vires dengue dapat
menularkan infeksi (selama 4-5 hari; maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes
setelah gejala pertama mereka muncul (Najmah, 2016).
Nyamuk Aedes spp
yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit
dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue
akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel
monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel
dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk
komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi
immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross
protective terhadap serotipe virus lainnya. Secara invitro, antobodi
terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi
virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity
(ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing
antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus,
dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran
reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis
DBD dan DSS. (Aryu Cadra, 2010)
Terdapat dua
teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih kontroversial
yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody
dependent enhancement (ADE).
Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder
disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe
virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe
virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang
tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue
lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody
heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks
dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat
dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat
oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-
6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet
activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement)
infeksi virus dengue. 7 TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas. . (Aryu Cadra, 2010)
Pendapat lain
menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan
sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan
perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi
virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh
anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi
yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak
tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu
makrofag Gambar 3. Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue
Demam Berdarah mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.36-37 Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat.(Aryu Cadra, 2010)
Demam Berdarah mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.36-37 Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat.(Aryu Cadra, 2010)
Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue
di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan
IgG3.38 Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang
pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan
pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4
yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara
daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan
pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen
yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48- 72%
penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang
dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori
moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan
melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan
lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik,
demam dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus dengue, viremia
terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa
tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang
ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus;
kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolic.(Aryu Cadra,
2010)
Klasifikasi WHO
tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan sebagai berikut:
a.
Demam berdarah (DF) adalah penyakit
demam akut yang didefinisikan oleh kehadiran demam dan dua atau lebih
manifestasi berikut, nyeriretro-orbital
(retro-orbital) atau pada ocular (oculor), sakit kepala, ruam, mialgia,
atralgia, leukopenia, atau manifestasi hemoragik / pendarahan tetapi tiidak memenuhi
definisi kasus demam berdarah dengue. Anoreksia, mual, nyeri perut dan muntah
terus menerus juga dapat terjadi tetapi tidsk untuk kriteria kasus DF (Najmah,
2016).
b.
Deman Berdarah Dengue ditandai dengan
semua hal berikut : diperluas : Demam yang berlangsung dari 2-7 hari, bukti
hemoragik manifestasi atau tes tourni quet positif, trombositopenia (≤100,000
sel per mm³), bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20 % di atas rata-rata untuk usia atau penurunan
hematokrit ≥ 20% dari awal mengikuti terapi pengantian cairan), atau efusi
pleura, asites atau hypoprp teinemia ( Najmah, 2016).
c.
Sindroma Dengue Lanjut pada tahap shock
(dengue Shock Sindrome, DSS) adalah penderita DHF yang lebih berat ditambah
dengan adanya tanda-tanda renjatan : (1) denyut nadi lemah dan cepat; (2)
tekanan nadi lemah (< 20 mm Hg); (3) hipotensi dibandingkan nilai normal
pada usia tersebut; (4) gelisah, kulit berkeringat dan dingin (Najmah, 2016).
Klasifikasi
baru pada tahun 2009 berdasarkan tingkat keparahan demam berdarah sebagai berikut:
a.
Demam Dengue tanpa gejala berbahaya
(Dengue withouth Warning Signs) adalah demam dengan dua gejala berikut ini :
Muntah-muntah, ruam nyeri dan sakit, leukopenia dan tes positif tourniquet
(Najmah, 2016).
b.
Demam dengan gejala berbahay (Dengue
with Warning Sign) adalah demam berdarah dengan gejala utama adalah demam
tinggi dan setidaknya termasuk dua gejala berikut : Sakit kepala parah, sakit
mata parah (belakang mata), nyeri sendi otot atau nyeri tulang, ruam pendarahan
ringan, jumlah sel darah putih rendah, perhatikan tanda tanda peringatan karena
suhu tubuh menurun 3 hingga 7 hari setelah gejala timbul (Najmah, 2016).
c.
Demam Berdarah Lanjut (severe dengue),
demam berdarah dengan setidaknya satu kriteria berikut :
·
Plasma bocor yang menyebabkan Syok (DDS)
dan akumulasi cairan dengan gangguan pernafasan.
·
Pendarahan parah.
·
Gangguan organ lainnya (hati : AST atau
ALT ≥1000, gangguan kesadaran, gagal jantung dan gangguan organ lainnya) (Najmah,
2016).
2.3 Gambaran klinis virus dengue
Pada infeksi pertama oleh virus
dengue, sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), atau
hanya menimbulkan demam yang tidak khas. Dapat juga terjadi kumpulan gejala
demam dengue (DD) yang klasik antara lain berupa demam tinggi yang terjadi
mendadak, sakit kepala, nyeri di belakang bola mata, rasa sakit pada otot dan
tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, ruam kulit makulopapuler.
Sebagian kecil penderita yang sebelumnya telah pernah terinfeksi salah satu
serotipe virus dengue, jika mengalami infeksi yang kedua oleh serotipe lainnya
dapat mengalami perdarahan dan kerusakan endotelatau vaskulopati. Sindrom ini
disebut sebagai Demam Berdarah Dengue (DBD) atau dengue vaskulopati. Perembesan
vaskuler ini dapat menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi dan efusi cairan yang
dapat menimbulkan kolaps sirkulasi. Keadaan ini dapat memicu terjadinya sindrom
syok dengue (DSS), penyebab kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perdarahan itu sendiri. Karena gejala klinis demam dengue tidak
spesifik,diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan terjadinya
infeksi dengue.
2.4 Diagnosis virus dengue
Merriam
Webster’s Dictionary mendefinisikan mendiagnosis sebagai “untuk mengetahui”. Untuk sampai pada titik
mengetahui, sebuah analisis mengenai situasi harus dibuat. Pada masing-masing
situasi tersebut, diagnosis memunculkan rencana untuk memperbaiki masalah dan
mencegah atau membatasi hasil yang merugikan. Hal yang sama juga berlaku bagi
perawat, yang secara legal berwenang untuk melakukan diagnosis keperawatan
(Vaughans, 2013).
a.
Virus
Dengue
Virus penyebab demam Dengue termasuk
arbovirus ( arthropod – borne viruses) yang merupakan virus kedua yang dikenal
menimbulkan penyakit pada manusia. Virus ini merupakan anggota keluarga dari
Flaviviridae ( flavi = kuning ) bersama-sama dengan virus demam kuning.
Morfologi virion Dengue berupa partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30
nm dan ketebalan selubung 10 nm. Genomnya berupa RNA ( ribonucleic acid ). Protein
virus Dengue terdiri dari protein C untuk kapsid dan core, protein M untuk
membran, protein E untuk selubung dan protein NS untuk protein non struktural.
Saat ini telah diketahui ada 4 tipe virus Dengue10,18 Tipe-tipe virus ini baru
diketahui setelah Perang Dunia II oleh Sabin yang berhasil mengisolasinya dari
darah pasien pada epidemi di Hawai, yang disebut sebagai tipe 1 (1952 ). Tipe 2
juga diisolasi oleh Sabin ( 1956 ) dari pasien di New Guinea. Tipe 3 dan 4
diperoleh tahun 1960 dari pasien yang mengalami DHF di Filipina pada tahun 1953
( Vaughans, 2013).
Virus Dengue memiliki tiga jenis antigen
yang menunjukkan reaksi spesifik terhadap antibodi yang sesuai yaitu (i)
antigen yang dijumpai pada semua virus dalam genus Flavivirus dan terdapat di
dalam kapsid, (ii) antigen yang khas untuk virus Dengue saja dan terdapat pada
semua tipe, 1 sampai 4, di dalam selubung, (iii) antigen yang spesifik untuk
virus Dengue tipe tertentu saja, terdapat di dalam selubung ( Vaughans, 2013)..
b.
Vektor
Demam Berdarah Dengue
Sampai saat ini
gigitan nyamuk merupakan satu-satunya cara transmisi atau penyebaran virus
Dengue dari satu orang ke orang lain. Pada penyakit yang juga ditularkan oleh
artropoda seperti malaria, kadang-kadang penularan terjadi melalui transfusi
darah. Pada infeksi Dengue, secara teoritis cara itupun mungkin terjadi. Akan
tetapi hal ini belum pernah ditemukan, karena pada tahap awal penyakit periode
viremia , hanya berlangsung dalam waktu yang singkat sekali ( 4 - 6 hari )10,
pada tahap awal penyakit. Apabila pada masa ini pasien digigit nyamuk vektor
demam Dengue, maka virus itu akan terhisap bersama darah. Virus tersebut
memerlukan waktu 8 sampai 10 hari untuk berkembang biak dan kemudian terkumpul
dalam kelenjar liur nyamuk, sejak saat ini nyamuk itu bersifat infeksius seumur
hidupnya. Jika nyamuk itu menggigit orang yang tidak memiliki kekebalan
terhadap virus Dengue, inokulasi virus bersama air liur akan menyebabkan penyakit
( Vaughans, 2013).
Transmisi virus Dengue mungkin juga
terjadi apabila seekor nyamuk yang sedang menghisap darah pasien Dengue
terganggu, dan nyamuk itu segera menggigit orang lain lagi. Dengan cara ini
virus yang terdapat dalam sungutnya akan masuk ke tubuh orang kedua tanpa
memerlukan masa pengeraman di dalam nyamuk tadi. Nyamuk yang menularkan virus
Dengue diketahui adalah nyamuk betina. Hal ini tidak berarti bahwa nyamuk
jantan tidak bisa mengandung virus Dengue, tetapi nyamuk jantan tidak pernah
menghisap darah manusia ( Vaughans, 2013).
Transmisi virus dapat terjadi secara
transovarial, yaitu dari nyamuk betina yang telah menghisap darah pasien Dengue
melalui telur, jentik-jentik, pupa ( kepompong ) sampai menjadi nyamuk dewasa.
Di Afrika Barat virus Dengue telah diisolasi dari nyamuk jantan ( Aedes taylori
dan Aedes furcifer ) dan di Birma virus Dengue tipe 2 diisolasi dari
jentik-jentik dan nyamuk dewasa Aedes aegypti (jantan dan betina)10 . Transmisi
transovarial ini penting karena proses tersebut memungkinkan virus Dengue terus
ada di alam (Vaughans, 2013).
Nyamuk berperanan bukan saja sebagai
vektor, tetapi juga sebagai host ( pejamu ). Transmisi ini pula yang
memungkinkan tetap adanya kejadian infeksi Dengue meskipun vektor sudah banyak
dibasmi dan perawatan serta pengobatan pasien telah cukup berhasil menekan
angka kesakitan. Pejamu lain yang bukan manusia dan nyamuk adalah monyet,
dengan ditemukannya antibodi anti Dengue dalam serumnya. Monyet yang diteliti
pada awalnya tidak memperlihatkan adanya antibodi. Namun setelah beberapa lama
ditaruh dalam sangkar di kawasan hutan, ditemukan serokonversi positif
(Vaughans, 2013).
Virus Dengue tipe 2 juga telah berhasil
diisolasi dari monyet yang diteliti 10. Selama penelitian rupanya tidak dijumpai
gejala demam Dengue dan DHF atau DSS pada monyet seperti yang dijumpai pada
manusia. Ternyata virus Dengue dapat pula berkembang biak dalam tubuh simpanse,
kelinci, marmot, tikus dan hamster. Jenis nyamuk yang saat ini menjadi vektor
penyebar demam Dengue adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk dewasa
( jantan dan betina ) yang keluar dari kepompong akan mengadakan hubungan
seksual dan sperma yang keluar disimpan dalam spermateka nyamuk betina. Sebelum
menghasilkan telur yang dibuahi, nyamuk betina memerlukan darah dengan
menggigit manusia atau monyet. Diperlukan waktu 2 - 3 hari untuk perkembangan
telur ( Vaughans, 2013).
Nyamuk Aedes biasanya berkembang biak di
air tergenang yang jernih pada berbagai tempat. Umumnya nyamuk bertelur pada siang
hari dan menghasilkan 60 - 90 butir telur. Dalam keadaan alamiah, seekor nyamuk
betina dapat bertelur sebanyak 10 kali. Untuk menjadi matang diperlukan waktu
24 – 72 jam. Telur Aedes umumnya tahan dalam keadaan kering dan dapat hidup
selama berbulan-bulan. Jentik-jentik bergerak secara aktif dan memerlukan
zat-zat organik. Pada daerah iklim tropis jentikjentik memerlukan waktu 6 - 8
hari untuk berkembang (Vaughans, 2013).
Kepompong tidak memerlukan makanan,
tetapi tetap dapat bergerak. Perubahan besar terjadi di dalam kepompong yang
mempersiapkan nyamuk untuk perubahan cara hidup, dari cara hidup akuatik ke
cara hidup aerial. Setelah kira-kira 2 hari, kepompong yang ada di permukaan
air meluruskan badannya dan terjadi pemecahan memanjang pada kulit di bagian
cephalothorax, dan nyamuk dewasa keluar dari sini. Setelah istirahat di
permukaan air selama beberapa menit, nyamuk dewasa itu kemudian terbang
(Vaughans, 2013).
Aedes aegypti merupakan nyamuk domestik
yang hidup dekat dengan manusia dan tinggal di dalam rumah. Aedes albopictus
bersifat semidomestik dan biasanya terdapat di luar rumah di kawasan perumahan,
juga di hutan. Kedua jenis nyamuk itu biasanya aktif pada siang hari, tapi juga
pada malam hari jika terdapat cahaya, dapat menjadi aktif pula. Jika nyamuk
betina tidak terganggu dalam proses menggigit dan menghisap darah, ia akan
menghisap darah sampai puas dan tidak akan menggigit lagi sebelum bertelur.
Jarak terbang nyamuk tersebut biasanya tidak melebihi 350 meter. Jentik-jentik
dan nyamuk dewasa dapat ditemukan sepanjang tahun di semua kota di Indonesia
(Vaughans, 2013).
2.5 Pengobatan dan pencegahan virus
dengue
2.5.1.
Pencegahan
Virus Dengue
Pencegahan dan
pemberantasan penyakit infeksi virus dengue sampai sekarang masih
diprioritaskan pada pemberantasan nyamuk dewasa dan larva aides aegypti atau aides
albopictus dan hasilnya belum memuaskan. Peneliti-peniliti terdahulu telah
mencoba vaksin DNA virus dengue sayangnya vaksin ini tidak stabil selain itu
telah dicoba juga vaksin virus dengue
yang dilemahkan yang monovalen ternyata menimbulkan reaksi antibodi enhancement yang tidak dapat
menetralisasi semua setrain virus dengue. Akhir-akhir ini protein E rekombinan
diimunisasikan pada monyet ternyata dapat menginduksi antibodi humoral yang
mempunyai titer cukup tinggi terutama imunoklobulin G. Oleh karena itu,
penggunaan protein E rekombinan sebagai kandidat vaksin sangat representatif
karena protein E merupakan soluble antigen
yang dapat menstimulasi sel T melalei assesories
hells sebagai antigen presenting sel
yang mengekspresikan peptide antigen dari protein E melalui MHC II, selain itu
antigen presenting sel ikut bertanggung jawab dalam produksi antibodi spesifik
dengue native antigen maupun melalui Th2 dengan cara mensekresi interleukin 4
atau CD40 dan ligan. Dan yang teristimewa adalah tidak diperlukan dosis yang
tinggi. Walaupun protein E menginduksi kedua sistem imun humoral dan seluler,
namun target utamanya adalah pada respons imun humoral. Sehingga kemungkinana
adanya reaksi hipersentivitas dapat dikesampingkan (Soegijanto, 20016).
a. Vaksin
1. Vaksin
hidup (live vaccines)
Vaksin hidup merupakan jenis vaksin yang sederhana
dan biaya produksinya rendah, biaya imunogeneik yang tinggi dan dapat berjalan
lama dan protektif. Tetapi kemungkinan dapat menyebabkan sakit yang ringan,
mungkin juga terjadi revilurensi, kemungkinan masih mengandung genom yang
patogen dan dapat mengeluarkan virus. Sehingga sangat diperlukan penanganan
yang optimal, baik dari segi penyimpanan maupun pemberian pada pasien
(Soegijanto, 2006).
2.
Vaksin mati (killed vaccines)
Vaksin mati
adalah jenis vaksin yang sederhana, aman, memerlikan biaya yang tidak cukup
tinggi dan mempunyai resiko yang rendah. Tetapi hal lain jenis vaksin ini
memerlukan adjuvan dan mungkin tidak mempunyai daya imunogenik yang tinggi juga
memerlukan vaksin ulang berkali-kali (dooster).
3. Vaksin
subulit protein
Jenis vaksin ini
merupakan bagian dari virus yang dapat merangsang target imun. Beberapa
keuntungan jenis vaksin ini adalah tidak mungin terjadi revirulenti, stabil dan
kemungkinan kontaminasi sangat rendah. Tetapi kekurangannya adalah sangat
kompleks untuk memproduksinya, mungkin mahal dan memerlukan produksi virus
dalam skala besar serta memerlukan adjuvan dan mungkin mengandung genom
(Soegijanto, 2006).
4. Vaksin
klon (cloned)
Jenis vaksin ini berawal dari pemikiran yang
mendasar, bahwa tidak semua protein viral adalah imunogeneik, sehingga
diproduksi dengan cara purifikasi viral yang imunogenik yang diproduksi pada
sel jamur dan sekarang terlihat hasilnya yaitu efektif dan imunogen. Selain itu
juga biaya produksi tidak begitu mahal dan mungkin dapat digunakan kombinasi
antigen (Soegijanto, 2006).
b. Vaksin
Dengue
Upaya membuat vaksin dengue dari berbagai model
pendekatan sampai sekarang masih belom menunjukkan keberhasilan yang efektif
baik dengan cara klasik maupun yang modern. Sesuai dengan meeting WHO telah menegaskan bahwa upaya penemuan vaksin virus
dengue dengan menggunakan pendekatan secara rekombinan maupun subunit vaksin
sangat diharapkan. Beberapa kolompok peneliti telah mencoba melalui pendekatan
dengan protein dan rekombinan (Soegijanto, 2006).
1.
Protein
yang menginduksi antibodi
Virus dengue mempunyaii beberapa major protein
berdasarkan berat molekulnya yang dalam masing-masing protein mempunyai sifat
imunogenik untuk menginduksi antibodi yang berbeda. Secara um,um tidak ada
perbedaan reaktivitas pada serum dengan dua sumber antigen pada protein 46 Kda
baik dari E-protein maupun NS-I protein. Protein ini mempunyai kemampuan untuk
mengikat komplemen tetapi protein yang berasal dari sel vero tidak mengenal
serum dari pasien yang mempunyai titter antibodi HI<10 sebaliknya serum ini
mengenali protein 46 kDa yang berasal dari sel C6-albopictus (Soegijanto,
2006).
Lain halnya dengan serum yang mempunyai
titer HI tinggi dapat bereaksi sangat spesifik terhadap struktural protein
E-protein 60 kDa dan 54 kDa, 35 kDa pada C+pr M dan prM 22 kDa dari NS-I dan
30/28 kDa protein dari capsid tidak mempunyai aktivitas antigen. Tetapi ada
perbedaan pada protein 54 kDa dan E-protein dari prM 22 kDa protein dari sel
c6-albopictus dan sel vero. Dimana protein yang diekstraksi dari sel
c6-albopictus mempunyai aktivitas antigen lebih rendah daripada sel vero
(Soegijanto, 2006).
2.
Determinan
antigen (epitop) yang menginduksi antibodi)
Reaksi antigenik
pada sel atau molekul protein terletak pada bagian yang langsung kontak dengan
molekul antibodi yang dikenal dengan antigenik determinan atau epitop. Dalam
hal ini E-protein mempunyai peranan penting dalam virulensi virus dengue yang
menginduksi antibodi. NG.et al. (1996) mengkarakterisasi E-potein pada serum
dari penderita DBD melalui western blot penderita dari yang sedang sakit maupun
yang sudah sembuh tidak ada perbedaan antigen patern di antara pasien yang
terinfeksi virus dengue dengan serotipe yang berbeda. Disini terlihat bahwa
semua pasien yang teerinfeksi virus dengue mempunyai antibodi dari struktur
protein. Distribusi antibodi yang paling tinggi adalah protein E (envelope protein) Yang diikuti oleh
C-prM-M dan pr-M (prememban). Sedang nonstruktural protein hanya sebagian
seperti NS-I dan NS-3. Dua determinan antigen pada E-protein virus denguie-1,
bahwa 76-93 asam amino mengandung spesifik serotipe dan subkompleks epitop yang
reaktif (Soegijanto, 2006).
3. Vaksin
Rekombinan
Vaksin
rekombinan dari virus dengue sudah lama dicoba dengan menggunakan beberapa
vektor atau beberapa sistem genom yang mengekspresi protein yang diinginkan. Di
amerika yang dilakukan oleh Zhang et al. (1988) dengan menggunakan baculovirus
yang mengandung genom virus dengue 4,0 kb cDNA-sequence yang mengode tiga
struktur protein, capsid (C-protein), prememban (Pre-M-protein) dan envelop
(E-glykoprotein). Dedang yang nonstruktural protein NSI dan NS2a. Produk
protein yang merupakan hasil rekombinan diimunisasikan pada kelinci dan
terbukti dapat menginduksi antibodi terhadap pre-M,E, dan NSI (Soegijanto,
2006).
Selain hal diatas bebrapa peneliti lainnya mencoba
membuat rekombinan yang nantinya diharapkan dapat berfungsi sebagai
imunopropilaksis dimana rekombinan yang berisi 4,0 kb DNA sequence yang metode
tiga struktural protein yaitu capsid, prememban (pr-M) dan envelope (E-protein)
dan nonstruktural protein, NSI dan NS2a. Kemudian hasil rekombinan
diimunisasika pada mice yang selanjutnya diinjeksi melalui intraserebral dengan
50% lethal dosis dari virus dengue 4 ternyata dapat bertahan. Pleh karena itu
fraksi protein dari nonstruktural protei ini diandalkan sebagai vaksi masa depan walaupun masih dalam taraf
percobaan (Soegijanto, 2006).
2.5.2.
Pengobatan
Virus Dengue
a. Analgesik
(Non-Opiat) & Antipiretik
Analgesik
sederhana seperti parasetamol dan propacetamol, diberikan untuk menurunkan suhu
tubuh 39 ̊C (Demam Dengue) dan 40 ̊C (Demam Berdarah Dengue) serta untuk meredakan
rasa nteri pada tubuh (MIMS, 2017-2018).
b. Elektrolit
Larutan
rehidrasi oral memiliki 4 kinsituen utama termasuk elektrolit (misalnya natrium
klorida dan kalium klorida), sumber bikarbonat (misalnya sodium bicarbonate
atau sodium citrate), air, dan sumber karbohidrat (misalnya glukosa) atau
formulasi berbasis sereal. Sediaan ini biasanya tersedia dalam bentuk bubuk
oral yang harus dilarutkan dengan air sebelum
digunakan. Dan tersedia juga dalam bentuk tablet effervescent dan larutan oral
siap minum. Larutan Rehidrasi Oral WHO mengandung 90 mmol Na/L yang tersusun
dari 3,5g Nacl, 2,9g trisodium sitrat dihidrasi, 1,5g KCl, dan 20g glukosa. Ini
diberikan dalam rasio 2:1 larutan rehidrasi Oral WHO terhadap air atau jus buah (MIMS, 2017-2-18).
c. Vaksin,
Antiserum & imunologikal
Vaksin
tetravalendengue (virus hidup, dilemahkan) digunakan untuk imunisasi aktif
terhadap demam dengue yang disebabkan oleh serotipe virus dengue 1, 2, 3, dan
4. Vaksin ini dapat diberikan kepada pasien berusia 9 tahun sampai 45 tahun
yang tinggal diwilayah endemik. Penggunaan vaksin ini tidak dianjurkan pada
pasien dengan demam ringan sampai demam tinggi atau memiliki penyakit akut,
sistem imun lemah karena kelainan genetik, infeksi HIV atau terapi yang
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh (kortikosteroid dosis tinggi atau
kemoterapi), serta pada wanita hamil atau menyusui dan mereka yang mengalami
reaksi alergi setelah pemberian vaksin
sebelumnya (MIMS, 2017-2-18).
BAB
3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Virus DBD
(Dengue) adalah famili dari Flaviviridae (Flavivirus) yang memiliki envelope
berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500A dan termasuk virus ssRNA (single
strand RNA).
b. Virus
dengue masuk kedalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes
alnopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ hepar, nodus limfaticus,
sumsum tulang dan paru-paru.
c. Dalam
pelaksanaan sehari hari diagnosis kinis dengue
dapat ditegakkan kalau didapakan; demam, manifestasi pendarahan,
trombositopeni, dan hemokonsentrasi atau tanda tanda kebocoran plasma lainnya
seperti efusi pleura, ascites dan hipoalbuminemi
d. Virus
penyebab demam Dengue termasuk arbovirus ( arthropod – borne viruses) yang
merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan penyakit pada manusia.
e. Pemeriksaan
secara dini diperlukan ketika sudah ditemukan gejala selain itu dapat dilakukan
pemberian obat penurun panas, pemberian larutan oralitm, teh manis, sirup dan
jus buah ketika muncul gejala.
3.2 Saran
Dengan di selesaikannya makalah ini
di harapkan pembaca dapat mengetahui konsep penyakit demam berdarah dengue dan
dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Pembaca sebaiknya mengerti dan
memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut
bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari
kemungkinan terserangnya demam berdarah.
DAFTAR PUSTAKA
Soegijanto,
S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Surabaya:
Airlangga University press
Soegijanto,
S. 1997. Pola Klinis Demam Berdarah
Dengue yang tidal lazim pada anak dan penatalaksanaannya. Surabaya: TDRC FK
Unair
MIMS,
editorial. 2017-2018. MIMS petunjuk
konsultasi, Indonesia: PT medidata Indonesia
Waluyo,
Lud. 2004. Mikrobiologi umum. UMM
PRESS, Malang.
Vaughans,
Bennita. 2013. Keperawatan Dasar
DeMYSTiFieD, Yogyakarta: Rapha Publishing
Najmah.
2016. EPIDEMIOLOGI Penyakit Menular,
Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA
Candra, Ayu. 2010. Demam
Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis,
dan Faktor Risiko Penularan, diakses 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar